Sepasar adalah
perhitungan waktu Jawa yang lamanya 5 hari. Selamatan sepasaranadalah selamatan yang diadakan pada waktu bayi
berumur 5 hari. Namun demikian ada kalanya sementara orang yang mengadakan
selamatan sepasaran menunggu apabila tali pusat putus (puput puser), yang biasanya terjadi pada waktu si
bayi berumur 5 hari. Oleh karena itu sementara orang menyebut selamatan sepasaran itu dengan istilah puputan atau cuplak puser.
Bagi orang yang mengadakan jagong bayen, pada malam sepasaran
ini tamu yang datang biasanya lebih banyak daripada malam-malam sebelumnya.
Karena malam itu merupakan terakhir daripada serangkaian selamatan jagong bayen. Pada malam itu, bayi yang diselamati
tidak ditidurkan hingga pagi hari melainkan dipangku. Sebab menurut kepercayaan
sementara orang, bayi yang baru saja puput, menjadi incaran roh jahat yang
biasanya disebut sarap-sawan, oleh karena itu
bayi dijaga dengan cara dipangku.
Di samping itu ujung kaki tempat tidur si ibu yang sedang
melahirkan diletakkan sliro dan tumbak sewu. Tumbak sewu adalah sapu lidi yang
dibalik sehingga ujung-ujungnya berada di atas. Pada ujung-ujung sapu itu ditancapkan dlingo, bangle, kencur, kunir, temu, cabe merah, bawang
merah, bawang putih. Sedang sliro (liro)
yaitu peralatan untuk menenun secara tradisional. Sliro ini biasanya dibuat dari kayu pohon kelapa
(kayu yang keras), yang bentuknya pipih panjang dengan ukuran lebar ±5 cm,
panjang 2 m, dan tebal ±2 cm, kedua ujungnya agak runcing. Sliro yang diletakkan pada tempat tidur ibu itu,
dicoreng-coreng dengan kapur dan arang sehingga penuh dengan coretan hitam dan
putih. Maksud yang terkandung dalam perbuatan itu ialah untuk menolak roh-roh
jahat yang akan mengganggu bayi dan ibunya.
Kemudian di dinding luar rumah bagian atas dibuatkan tulak bala
yaitu dengan mengikatkan benang di sekeliling rumah. Sedang ditiap sudut rumah
diberi ikatan daun pandan berduri, daun andong, daun nanas, daun girang dan
daun alang-alang. Adapun makanan (sajian) untuk keperluan selamatan sepasaran
atau puputan ini adalah sebagai berikut:
1. Nasi
tumpeng (buceng) dan nasi golong tujuh buah dengan lauk-pauk yang terdiri dari
gudhangan, panggang ayam, telur rebus, lodheh kluwih.
2. Pisang
raja dua sisir (Jawa: setangkep).
3. Jajan
pasar atau tukon pasar yang berupa beberapa macam makanan kecil (kue-kue) dan
buah-buahan.
4. Bubur
merah, bubur putih, jenang sengkolo yaitu bubur merah yang diatasnya diberi
bubur putih.
5. Nasi
brok yaitu nasi yang ditaruh di dalam satu piring dengan lauk-pauknya.
Sajian tersebut di atas dikendurikan dengan mengundang para
tetangga seperti pada waktu selamatan brokohan.
Di samping sajian untuk kenduri pada selamatan sepasaran ada
sementara orang yang membuat sajian tulakan yaitu alat untuk menolak bala.
Tulakan ini terdiri dari sebungkus kecil nasi dan lauk-pauk serta kue-kue sama
seperti untuk kenduri.
Tulakan itu diletakkan ditempat-tempat yang dipandang penting
diantaranya:
a-Tempat pada waktu bayi dilahirkan.
b-Tempat untuk tidur ibu yang melahirkan.
c-Tempat untuk menanam tembuni.
d-Tempat untuk mandi ibu yang melahirkan.
f-Tempat untuk pembuangan sampah.
g-Jamban.
h-Sumur.
b-Tempat untuk tidur ibu yang melahirkan.
c-Tempat untuk menanam tembuni.
d-Tempat untuk mandi ibu yang melahirkan.
f-Tempat untuk pembuangan sampah.
g-Jamban.
h-Sumur.
Kecuali sajian untuk kenduri dan tulakan ada suatu bingkisan
yang diberikan kepada dhukun bayi. Bingkisan itu berupa : nasi tumpeng dengan
lauk-pauk, pisang dua sisir, kelapa satu biji, gula merah, beras 1 kg, ayam
hidup 1 ekor, kembang telon (kembang boreh), sekapur sirih. Bersamaan dengan
selamatan sepasaran, si bayi diberi nama. Secara resmi nama diikrarkan
(diumumkan) pada waktu berlangsungnya kenduri sepasaran itu. Pemberian nama
ini ada beberapa dasar (pathokannya).
Di samping pemberian nama
bersamaan dengan upacara sepasaran ini ada sementara orang yang mengadakan
upacara tindhik. Tindhik adalah cara memberi lobang pada telinga sebagai
tempat untuk meletakkan subang bagi kaum wanita, upacara tindhik ini dilakukan
oleh dhukun bayi.
Komentar
Posting Komentar