TRADISI
SIRAMAN SUKU JAWA
Sejarah merupakan bagian
dari kehidupan manusia, yang tak pernah mati termakan lapuknya usia,
berdiri sepanjang masa, bicara dengan fakta dan bukti nyata. Sejarah
tidak hanya mencatat tentang peristiwa-peristiwa yang menyangkut tanggal,
tempat kejadian serta tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya, melainkan
menyangkut nilai-nilai sosial dan budaya. Seperti yang dijelaskan oleh Abdul
Gani Selim bahwa:
Sejarah
bukanlah sekedar catatan tentang peristiwa yang menyangkut tanggal dan tempat
kejadian serta tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Tapi juga menyangkut
budaya yang nilai-nilainya diinternalisasikan dalam perilaku masyarakat
pendukungnya dari waktu ke waktu (2008:3).
Sesuai dengan hal tersebut, Sejarah dapat dijadikan pedoman hidup bagi
masa kini dan masa yang akan datang. Negara yang besar adalah Negara sadar
akan sejarah, berdiri di atas sejarah dan bercermin dengan sejarah. Oleh karena
itu, keberhasilan yang telah dicapai merupakan hasil dari pengalaman masa lalu.
Seperti yang diungkapkan oleh Rustam E. Tamburaka, bahwa :
Selama
manusia masih ada rasa serba ingin tahu terhadap perbuatan-perbuatan masa
lampau, selama itu akan terasa perlunya belajar sejarah. Dari
perbuatan-perbuatan tersebut kita dapat bercemin dan
menilai, perbuatan-perbuatan mana yang merupakan keberhasilan dan mana
yang merupakan kegagalan (1999:7).
Di dalam suatu Negara juga terdapat berbagai pola kehidupan yang
diatur oleh kaidah-kaidah yang diterima dari nenek moyang secara turun temurun
dan berlaku secara terus-menerus di dalam masyarakat, hal ini disebut dengan
masyarakat tradisional, sehingga memperkuat keseimbangan hubungan-hubungan
sosial di masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Sartono Kartodirjo
mengungkapkan lebih lanjut bahwa:
Dalam
masyarakat tradisional pola kehidupan diatur oleh kaidah-kaidah yang diterima
dari nenek moyang serta dengan sendirinya dianggap berlaku terus. Tradisi yang
berlaku dalam masyarakat menjadi sangat mapan sehingga sangat memperkuat
keseimbangan hubungan-hubungan sosial, yang kesemuanya itu menimbulkan rasa
aman dan tenteram dengan kepastian yang dihadapi (1999:99).
Indonesia
merupakan negara kepulauan terdiri dari berbagai
suku bangsa denganbudaya yang beraneka ragam. Banyaknya kebudayaan tersebut,
merupakan aset penting bangsa yang dimiliki secara turun temurun dari nenek
moyang, yang harus tetap hidup dan dilestarikan oleh setiap fase generasi. Keragaman
budaya tersebut, harus disertai dengan usaha masyarakat untuk melestarikannya,
sehingga masyarakat dapat mengenal dan mempelajari sejarah budaya daerahnya.
Lebih lanjut Abdul Gani Selim menjelaskan bahwa, Budaya itu letaknya di
masyarakat, tidak ada ditempat lain. Sehingga perlu adanya penajaman dalam
pengembangannya. Budaya itu ada di dalam perilaku, pola pikir, kegiatan
sehari-hari masyarakat (2010:9).
Sumbawa merupakan pulau
yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki khazanah budaya
dan alam yang cukup melimpah. Pulau Sumbawa yang sebagaian didiami oleh suku
Sumbawa, adalah campuran dari berbagai kelompok etnik-etnik pendatang,yang
mediami bekas wilayah kesultanan Sumbawa. Setiap kelompok membawa kebudayaanya,
sehingga terjadi akulturasi yang melebur menjadi satu kesatuan dengan
melahirkan kebudayaan baru. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Lalu
Mantja, bahwa:
Dengan
mengikuti pekembangan sejarahnya, benar-benar nyata kebhinekaanya dengan
masing-masing membawa kebudayaanya. Tetapi walaupun demikian, nyata pula
ketunggal-ikaanya, karena yang semua bawa itu melebur menjadi satu, yaitu
kebudayaan Samawa (2011:16).
Dengan demikian jelaslah
bahwa adat-istiadat yang tumbuh dikalangan masyarakat sumbawa merupakan bagian
percampuran adat dari berbagai kelompok etnik-etnik pendatang, seperti
diantaranya adalah pengaruh antara adat-istiadat Jawa dan Makasar/Bugis. Dari
perpaduan tersebut muncul pula keturunan-keturunan pendatang baru. Lebih lanjut
Lalu Manjta menjelaskan bahwa:
Selanjutnya bila kita memperhatikan adat-istiadat yang hidup kalangan
orang-orang Sumbawa dapatlah kita lihat merupakan percampuran
adat-istiadat(cultuur) Jawa dan Makasar/Bugis. Dari perpaduan kebudayaan
tersebut diatas, kemudian ber-campur lagi dari keturunan-keturunan yang datang
dari Palembang, Minangkabau, Banjar dan lain-lain, telah menjadikan suku
Sumbawa berpancaran darah seni dalam jiwanya (2011:16-18).
Berkaitan dengan hal
tersebut, salah satu diantara kelompok-kelompok etnik di atas, yang sampai
sekarang perkembangannya sangat pesat adalah suku Jawa. Dimana pada umumnya
tiap-tiap daerah didominasi oleh suku tersebut, khususnya di Pulau
Sumbawa. Sinar Jaya merupakan salah satu dusun di Desa Sepayung Kecamatan
Plampang Kabupaten Sumbawa, menjadi daerah transmigrasi yang dihuni oleh
sebagian besar warga pendatang dari Jawa.
Suku Jawa dikenal dengan
budayanya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter
masyarakat Jawa ramah tamah “grapyak”, murah senyum “sumeh”,
lemah lembut “kalem”, dan sangat menghormati orang tua “toto kromo”.
Itulah cermin budaya dan kultur masyarkat Jawa. Di dalam bahasa Jawa diajarkan
bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua yaitu biasa dikenal dengan
bahasa inggel dan kromo.
Budaya adalah suatu cara
hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetik. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).
Satu diantara unsur budaya bangsa yang mengandung nilai-nilai luhur adalah
upacara perkawinan adat tradisional. Setiap Etnik tertentu memiliki prosesi
upacara pernikahan yang berbeda, baik dari segi pakaian, tata rias, aksesoris
dan tata cara pelaksanaan pernikahan dari setiap daerah. Salah satu diantaranya
yaitu prosesi pernikahan adat Jawa di Dusun Sinar Jaya.
Walaupun penduduk
Sinar jaya adalah penduduk pendatang, akan tetapi tradisi kejawenanannya masih
melekat dibenak mereka. Hal itu terlihat jelas dari berbagai tradisi yang
masih berkembang di dalam masyarakat, seperti dalam upacara Piton-piton “
tujuh bulanan” pada saat mengandung anak pertama, upacara among-among untuk
memperingati hari kelahiran, dilakukan anak sebelum baliq (dewasa),
upacara metik “memetik” beberapa helai padi sebagai tanda
bahwa padi sudah siap dipanen, dengan disertai kendorinan “
nasi tumpeng”, upacara selapanan “delapan hari”, dilakukan
pada saat mengandung, setelah melahirkan dan setelah melaksanakan perkawinan.
Masih banyak lagi tradisi yang masih tetap dipertahankan,
dianggap mengandung nilai-nilai luhur, termasuk tradisi siraman”mandi”, yang
dilakukan oleh kedua calon pengantin dirumahnya masing-masing,
sehari sebelum melangsungkan upacarapernikahan.
Tradisi siraman yang
dilaksanakan sehari sebelum melangsungkan pernikahan
tersebut, merupakan upacara yang sudah mentradisi
dan diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat
pendukungnya, dari generasi ke generasi, hingga kini tetap dipertahankan. Adat
yang biasanya dilakukan meliputi : Upacara siraman pengantin
putra-putri, upacara malammidodareni , upacara akad nikah / ijab
kabul , Upacara panggih/temon “bertemu”, upacara
resepsi , dan upacara sesudah pernikahan “Selapanan”,
Masyarakat menganggap hal itu merupakan prinsip keluhuran yang mengandung
nilai-nilai tradisional dengan penuh rasa kesakralan. Tradisi Siraman merupakan
upacara adat yang sifatnya peralihan, sehingga selalu disertai
dengan unsur-unsur gaib yang dipercaya jika tidak
melaksanakan dapat membawa malapetaka bagi individu yang memasuki masa
peralihan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, Sartono Kartodirdjo
mengungkapkan bahwa:
Oleh karena tradisi dihargai sebagai nila tersendiri yang tinggi, maka perlu
dipertahankan; bahkan ada anggapan bahwa tradisi adalah suci dan oleh karenanya
harus dihormati. Moralitas dalam masyarakat tradisional ialah berdasarkan
prinsip keluhuran nilai-nilai tradisional itu (1999:99).
Sejalan dengan
mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama islam, dewasa iniPernikahan
adat Jawa lebih disederhanakan, untuk lebih mencari kepraktisan, dan
juga dikarenan berlandaskan dengan agama islam, sebagai akibat
percampuran dengan ketentuan syariat islam dan nilai-nilai Kereligiusan, sehingga
sebelum melaksanakan upacara Siramanpun terlebih dahulu
digelar acara pengajian dirumah kedua calon mempelai. Syariat islam tidak
mengajarkan hal tersebut, akan tapi juga tidak ada larangannya.
Asalkan pada upacara Siramanitu, si calon penganten perempuan
tidak menampakan aurat (ketentuan agama islam). Sesuai dengan firman Allah
dalam Al-Qura’an Surat Annur Ayat 31 :
Dan
katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung di dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
(auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami meraka, atau saudara
laki-laki mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara laki-laki meraka, atau putra-putra saudara perempuan meraka, atau
perempuan (sesame islam) meraka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau
para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan
janganlah mereka menghentakan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang
beriman, agar kamu beruntung. ( QS.
Komentar
Posting Komentar